TUGAS AKHIR SEMESTER PENGANTAR OCEANOGRAFI TEMA : KIMIA LAUT

Pengaruh Padang Lamun Terhadap Kadar Kimia Karbon Terlaut dan Keasaman Laut

Ahmad Farid Ary Wardhana

Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, ,Mulyorejo, Surabaya 60115, Jawa Timur, Indonesia

 

Abstrak

Padang lamun pada wilayah tropis memiliki produktifitas tinggi sering ditemukan hidup berdekatan atau diantara terumbu karang dan mampu memanfaatkan karbon anorganik dalam jumlah yang besar. Berdasarkan data yang telah ada (11 penelitian dan 64 catatan) mengungkapkan bawha padang lamun di Indo-Pasifik memiliki 83% kemungkinan menjadi autotrof bersih dengan rata-rata 155gC/m2 tahun. Kapasitas produktifitas lamun dianalisis menggunakan model empiris untuk menguji pengaruh pada kimia karbonat air laut. Hasil analisis menunjuknah kenaikan pH hingga 0.38 dan Ωarag meningkat 2.9 dengan adanya padang lamun (dibandingkan tanpa padang lamun) dengan nilai dari kenaikan ini tergantung waktu tinggal air dan kedalaman air. Di lingkungan terumbu perairan dangkal, dengan koral jenis Scleractinia di hilir padang lamun memiliki potensi 18% lebih besar daripada di lingkungan tampa lamun. Jika potensi pemanfaatan karang Calcifiers didukung oleh studi lebih lanjut dapat menjadi potensi pengelolaan taman laut di skala lokal. Penerapan ini akan tergantung kondisi fisik lingkungan setempat serta spasial konfigurasi habitat, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas mereka. Hasil studi terbaru menunjukan bahwa disamping penting bagi dunia perikanan, sedimen stabilisasi dan produktifitas primer. Padang lamun dapat menungkatkan ketahanan terumbu karang terhadap pengasaman laut di masa depan.

Kata kunci  : kimia karbon, padang lamun, pengelolaan laut

 

 

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu lingkungan yang paling produktif di laut [1], kapasitas padang lamun untuk mengubah kimia karbonat sangat relevan mengingat bahwa mereka membentuk mosaik habitat dengan terumbu karang di seluruh daerah tropis [2]. dalam banyak fringing reef dangkal lingkungan-datar, karang umumnya ditemukan dalam hubungan erat dengan padang lamun, baik sebagai terisolasi koloni, atau membentuk gradien habitat mulai dari terumbu lamun [2,3]. Lamun juga menyediakan berbagai dampak positif bagi ekosistem, dan memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas mereka dalam mengurangi kadar CO2 dunia tinggi [5]. Memahami interaksi padang lamun dengan kadar karbonat kimia air laut juga penting mengingat peran mereka dalam penyerapan karbon dan implikasi dari hal ini untuk masa depan blue carbon frameworks [6,1].

1.2. Rumusan Masalah

  • Bagaimana padang lamun dapat mengurangi kadar CO2 dunia ?

1.3. Tujuan Penulisan

  • Mengetahui bagaimana padang lamun dapat berkontribusi mengurangi kadar CO2 dunia.

1.4. Manfaat Penulisan

  • Bagi Akademisi

Dapat mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh produktivitas padang lamun terhadap kadar CO2 dunia.

  • Bagi masyarakat umum

Dapat mengetahui secara umum tentang pengaruh padang lamun terhadap ekosistem sehingga diharapkan turut menjaga kelestarian padang lamun.

 

 

BAB II

Tinjauan Pustaka

 

Padang lamun dapat mengimbangi pengasaman air laut dengan meningkatkan tingkat kalsifikasi karang proksimal, mensyaratkan bahwa padang lamun berada dalam keadaan autotrophy bersih. Artinya, pemanfaatan karbon anorganik terlarut atau dissolved inorganic carbon (DIC) fotosintesis melebihi laju respirasi, bukan hanya dalam tanaman lamun, tetapi dalam komunitas fauna mereka bentik dan epifit. Selama produksi fotosintesis aktif, DIC dikonsumsi dan pH meningkat, sehingga siklus diel dalam pH [7,8,9]. Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi skala produktivitas padang lamun meliputi: perubahan musiman dalam produktivitas lamun dan biomassa [10]; perubahan kelimpahan fauna dan perifiton [11]; tingkat pelarutan karbonat yang mengubah total alkalinitas (TA) dalam sedimen yang dasar [12]; dan jumlah biomassa lamun merendahkan dalam padang lamun [13] (gambar 1). Oleh karena variabilitas temporal dan spasial adalah pertimbangan yang diperlukan dalam penilaian interaksi lamun-air laut. Apakah produktivitas tersebut akan mempengaruhi kimia air laut (baik di dalam padang lamun dan habitat yang berdekatan) akan tergantung pada sifat kompleks rezim hidrodinamik (misalnya kedalaman, waktu tinggal, dan mixing-nya), kapasitas untuk antarmuka udara-laut untuk memodifikasi perubahan ini [14] dan pengaturan tata ruang habitat relatif terhadap sifat hidrodinamika.

 

 

 

Gambar 2.1. Proses interaksi biologis untuk mengubah padang lamun dari lingkungan autotrof menjadi heterotrof

(Uploadan gambar menunggu ada koneksi bagus :3 )

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

Metode Penulisan

3.1.       Jenis Penulisan

Tulisan dalam karya tulis ini bersifat kajian pustaka atau library research. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.

 

3.2.     Objek Penulisan

Objek penulisan ini adalah pengaruh padang lamun terhadap komposisi kimia karbon air laut.

 

3.3.     Teknik Pengambilan Data

Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan dengan produktivitas padang lamun, gas terlarut dalam air laut, serta data dan refrensi terkait dengan objek penulisan

 

3.4.     Prosedur Penulisan

Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua hasil diseleksi untuk mengambil data dan informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk menyajikan masalah yang akan dibahas, maka dalam tulisan ini penyajian dibagi atas 3 bahasan, yaitu :

1)      Analisis produktivitas tahunan lamun dan rentang musiman.

2)      Pola tahunan produktivitas padang lamun.

3)      Pengaruh produktivitas padang lamun terhadap sifat kmia air laut.

 

 

 

3.5.     Kerangka berpikir

Tulisan ini memiliki kerangka berpikir dalam proses penulisannya. Kerangka atau alur berpikir digunakan untuk mempermudah proses penelitian. Adapun kerangka berpikir dalam tulisan ini akan dijelaskan pada skema di bawah ini

 

 

 

 

 

 

 

 

RUMUSAN MASALAH

  • Bagaimana padang lamun dapat mengurangi kadar CO2 dunia ?

 

 

 

STUDI LITERATUR

  1. Padang lamun dapat mengimbangi pengasaman air laut dengan meningkatkan tingkat kalsifikasi karang proksimal.
  2. Produktivitas lamun mempengaruhi kimia air laut

 

 

 

 

 

 

 

 

HASIL PEMBAHASAN

1)      Analisis produktivitas tahunan lamun dan rentang musiman.

2)      Pola tahunan produktivitas padang lamun.

3)      Pengaruh produktivitas padang lamun terhadap sifat kmia air laut.

LUARAN  YANG DIHARAPKAN

Dengan adanya karya tulis ini diharapkan ilmuan dan masyarakat lebih memahami akan pentingnya peran padang lamun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

Pembahasan

 

4.1. Analisis produktivitas tahunan lamun dan rentang musiman

 

Produktivitas komunitas di padang lamun didefinisikan di sini sebagai perbedaan antara penyerapan karbon (oleh organisme fotosintesis dan proses fisik di padang rumput padang lamun), dan pelepasan karbon (oleh semua organisme dan proses fisik di komunitas) selama respirasi [1]. Kuantifikasi nya, pada skala tahunan, memerlukan pertimbangan variabilitas diurnal dan musiman. Sampai saat ini, studi tersebut bahwa variabilitas sementara dokumen yang sebagian besar terbatas pada daerah beriklim atau sub-tropis [10,14]. Meskipun beberapa data produktivitas lamun Indo-Pasifik ada, ini adalah sebagian besar studi temporal diskrit didasarkan pada jumlah sampel rendah, yang kurang resolusi temporal yang cukup untuk memperkirakan status tropic padang rumput tahunan. Untuk memberikan perkiraan produktivitas bersih tahunan perlu memahami variabilitas musiman dalam produktivitas. Semua sumber data yang tersedia regional untuk produktivitas masyarakat (termasuk semua flora dan fauna dalam padang lamun) (lihat informasi tambahan tersedia dengan stacks.iop.org / ERL/7/024026/mmedia) diplotkan relatif terhadap waktu tahun dan dibagi menjadi musim (musim panas dan musim dingin austral: Oktober sampai Maret, dan April sampai September). Hal ini memungkinkan setiap hari berarti nilai yang akan ditentukan untuk musim dingin austral dan austral musim panas, dan nilai estimasi untuk produktivitas masyarakat tahunan (MGC/m2 tahun) harus dihitung. Perbedaan statistik yang diuji dengan ANOVA satu arah pada Ranks di SigmaPlot V11 adalah kegagalan tes normal.

 

4.2. Pola tahunan produktivitas padang lamun

 

Nilai produktivitas komunitas lamun dari seluruh Indo-Pasifik berkisar dari negatif MGC 2000 /m2 hari di Groote Eylandt di Australia Utara [15], menjadi positif MGC 3326 /m2 hari di Amini Atoll di India [16] dengan nilai rata-rata 386,5 dan rata-rata 509:3 ± SD1045: 4 MGC/ m2 hari. Sebuah nilai tambah dari 5810 MGC /m2 hari tercatat sebesar Atol Kavaratti di India, tapi ini dianggap outlier dari dataset dan telah dihapus dari analisis. Penjelasan untuk sifat ekstrim dari tindakan ini dari Atol Kavaratti tidak jelas.

 

Plotting data relatif terhadap waktu tahun menunjukkan produktivitas secara signifikan berkurang (H1 D 4:7, p <00:05) selama musim dingin belahan bumi selatan pada bulan Mei, Juni dan Juli, dibandingkan dengan musim panas di bulan November, Desember dan Januari (gambar 4.1). Mayoritas data produktivitas bersih adalah positif, menunjukkan produksi autotrophic bersih secara keseluruhan, namun selama musim dingin 36% dari pengukuran adalah negatif (meningkat menjadi 54% dari pengukuran pada bulan Juni dan Juli), menunjukkan adanya periode kondisi heterotrofik. Secara keseluruhan, didasarkan pada dataset saat ini, padang lamun di Indo-Pasifik memiliki kesempatan 83% menjadi autotrophic bersih, dengan wastafel bersih tahunan rata-rata 155± 37 Gc/ m2 tahun.

 

Seluruh sistem yang mempengaruhi serapan karbon dalam pola siklus lengkap membutuhkan pemanfaatan DIC fotositesis melebihi laju respirasi, bukan hanya lamun, tapi juga komunitas bentos dan epifit, dengan itu karbon tidak perlu masuk kembali ke sistem melalui remineralisasi atau hasil sampingan dari respirasi. Seluruh sistem penyerapan bersih membutuhkan beberapa tingkat ekspor bersih dari karbon ini dari sistem, baik ke dalam sedimen di dasar (sebagai penyimpanan atau penyerapan) atau di luar dari lokasi penelitian.

Capture 2

Tabel 4.1. Konstanta latar belakang yang digunakan dalam model kimia air laut.

 

Ini setara dengan produktivitas harian rata-rata tahunan dari 0:43± 0:10 Gc /m2hari. Produktivitas musim panas terhitung senilai 0:60± 00:13 Gc/ m2hari, dan musim dingin produktivitas 0:11± 0:15 Gc /m2 hari. Nilai-nilai untuk Indo-Pasifik± 45% lebih tinggi dari rata-rata global tropis dihitung pada 0:24 MGC /m2 hari [1]. Sumber data untuk analisis iniQ adalah review lebih rinci daripada sebelumnya tersedia, namun mendukung pandangan umum bahwa padang lamun yang autotrophic [1].

 

4.3. pengaruh produktifitas padang lamun terhadap sifat kimia air laut

 

Serapan karbon bersih oleh padang lamun akan menyebabkan peningkatan pH dan Ωarag. Permodelan efek ini pada sifat kimia air laut dapat meingkatkan pH sebesar 0.38 (dengan 24 jam waktu tinggal air dan kedalaman padang lamun 1 meter) dan menyebabkan peningkatan Ωarag dari 2.9. Nilai ini termasuk eksrem, dengan pH aktual dan Ωarag berubah sebagai fungsi dalam pengelolaan kedalaman, air tersebut, suhu dan musiman.

 

Meskipun perbedaan musiman pada nilai produktifitas lamun cukup besar (lebih tinggi di musim panas), perbedaan ini belum tentu berpengaruh langsung ke perbedaan pH dalam model ini, terutama karena pengaruh suhu pada pH. Pengaruh positif dari produktivitas pH terbesar terjadi di musim dingin (gambar 2). Rata-rata (± SD) pH meningkat antara 0.004±0.001 (pada kedalaman 5 meter dan waktu tinggal 6 jam) dan 0.014±0.020 (pada kedalaman 1 meter dan waktu tinggal 24 jam) dimodelkan pada saat musim dingin.

 

Nilai Ωarag terendah terjadi saat msum dingin, dengan nilai rata-rata sekitar 8% lebih rendah dari musim panas. Nilai musim panas untuk Ωarag dimodelkan naik antara 0.02±0.01 (pada kedalaman 5 meter dan waktu tinggal 6 jam) dan 0.52±0.11 (pada kedalaman 1 meter dengan waktu tinggal 24 jam) (gambar 2).

 

 

Gambar 4.1. Permodelan pengaruh musiman rentang perkiraan (rata-rata ±SD) tingkat komunitas produktifitas bersih padang lamun tahunan Indo-Pasifik pada karbon anorganik air laut dan perubahan pH yang dihasilkan (dengan asumsi alkalinitas total konstan 2308 mmol /kg dan salinitas 35 ppm, suhu musim dingin rata-rata 25oC, dan suhu musim panas rata-rata 30oC). Model penghitungan mempertimbangkan padang laun divawah dua jangka waktu tinggal air (6 jam dan 24 jam) dan 2 kedalaman air (asumsi lengkap pencampuran air laut). Pehitungan karbonat air laut menggunakan ‘CO2sys’, dan memasukan kosntanta kesetimbangan standar.

(Uploadan gambar menunggu ada koneksi bagus :3 )

 

 

BAB V

Penutup

5.1. Kesimpulan

 

Padang lamun Indo-Pasifik merupakan autotrof bersih selama siklus tahunan, dengan produktivitas mereka mengubah kimia karbonat dan meningkatkan pH air laut. Hal ini kemudian memiliki kemampuan secara lokal (dalam habitat) untuk mengimbangi dampak dari pengasaman air laut akibat peningkatan keadaan saturasi CaCO3, yang pada gilirannya kemungkinan meningkatkan kemingkinan kematian bagi organisme dari kelas terumbu karang dan alga [17,18]. Dari penelitian yang telah ada terbukti bahwa ekosistem terumbu karang dipengaruhi oleh pengasaman laut [19]. Meskipun sebagian besar bukti menunjukan bahwa kejenuhan aragonit menjadi penetu organisme dari kelas terumbu karang dan alga, bukti terbaruk menunjukan bahwa ini tidak mungkin selalu terjadi, dan pengaruh bikarbonat dan pH lebih besar [20].

 

Dalam kondisi produktivitas bersih (yaitu kondisi autotrof bersih) pada skala tahunan mengharuskan karbon di padang lamun akan diubah dari lingkungan terdekat dalam beberapa bentuk. Pengubahan ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : dengan langsung mengekspor karbon organik dari lingkungan air laut, oleh penyimpanan jangka panjang dan akumulasi karbon organik di sedimen dibawah padang lamun, atau dengan pembusukan dari karbon organik da reaksinya dengan CaCO3 di sedimen.

 

Menyesuaikan dengan kondisi hidrodinamika lokal di wilayah hidupnya, lamun dapat menurunkan karbon organik dengan di ekspor ke lingkungan lain (misalnya lautan yang lebih dalam) atau disimpan [21,22]. Tingkat ekspor tersebut mungkin akan sangat spesifik menyesuaikan lokasinya, tapi perkiraan detritus pada ekosistem lamun akan menghasilkan kerugian yang signifikan bagi ekosistem terumbu karang dari segi produktivitas [13]. Sintesis terakhir penguburan karbon dalam padang lamun menghasilkan sedimen jangka panjang penyimpanan karbon organik menjadi cara yang paling signifikan untuk penghilangan permanen karbon organik dari lingkungan ekosistem terumbu karang [1,6,23]

 

Beberapa karbon organik juga meluruh dalam sedimen meningkatkan DIC dan menurunkan pH dalam sedimen pori-air. Di lingkungan terumbu karang dimana ada karbonat melimpah dalam sedimen, penurunan pH ini dapat menyebabkan pelepasan karbonat di pori-air [12]. Hal ini dikarnakan pembusukan karbon organik dalam sedimen yang meneybabkan fluks DIC kembali ke air laut diatasnya. Sebagian dari DIC ini akan dinetralisir oleh reaksi dengan karbonat, fluks masih akan melibatkan peningkatan saturasi karbinat di dalam air terhadap respirasi. Tingkat pengaruh sedimen terhadap alkalinitas kolom air belum ada yang bisa memastikan [24], tapi kemungkinanan lambat. Pengukuran proses ini tidak mudah dimalati karena bersaing dengan pengendalian alkalinitas dalam dinamika lingkungan terumbu karang, tapi netralisasi seperti respirasi organik karbonat sedimen merupakan cara ketiga (bersama ekspor dan penguburan) untuk mendukung diamati karena sifat autotrof padang lamun. Peningkatan alkalinitas di kolom air dari laum didorong oleh pelepasan karbonat di sedimen memerlukan studi lebih lanjut.

 

Dari percobaan sederhana dalam laboratorium bisa diperkirakan bahwa produktivitas padang lamun pada musim panas meningkatkan argonit yang berhubungan dengan saturasi air laut 3,76-4,27. Menurut hasil laboratorium yang diturunkan antara Ωarag dan tingkat klasifikasi, peningkatan semacam itu setara dengan potensi peningkatan klasifikasi antara 4-18% [27]. Nilai dihasilkan dari perocbaan tidak menggambarkan variabilitas pola makan pada DIC, dan sebagai hasilnya merupakan perkiraan konservatif yang mungkin atas pengaruh mereka pada klasifikasi. Hal ini karena produktivitas maksimum dari padang lamun longgar berikut harian dalam photosytethically active radiation (PAR). Oleh karena itu, konsumsi DIC akan mengikuti PAR, sehinggai pada Ωarag tertinggi dan tingkat kalsifikasi potensial selama tengah hari. Kondisi ini juga mempengaruhi pengapuran terumbu karang [28], pada padang lamun perubahan dimediasi di DIC mungkin menghasilkan efek yang lebih besar pada kalsifikasi.

 

Tingkat kalsifikasi yang rendah selama musim dingin [29,30] dapat dikatikan dengan penurunan Ωarag pada suhu rendah [31], hal ini menunjukan bahwa periode musim panas memiliki peran besar pada kalsifikasi terumbu karang. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan Ωarag air laut dengan potensi lamun memiliki efek terbersar pada musim panas. Sebaliknya bila padang lamun masuk kategori heterotrof selama periode musim dingin dan menghasilkan jumlah CO2 yang cukup untuk mengurangi Ωarag maka akan ada kemungkinan pembubaran kalsium karbonat terumbu karang [27].

 

Meskipun hasil menunjukan perumbahan dimediasi padang lamun pada kimia karbonat menjadi potensi utama efek tahunan, model teoritis menunjukkan metabolisme komunitas lamun bervariasi musiman. Variabilitas tersebut dapat menanggapi berbakai faktor lokal [10,11] yang pada gilirannya mempengaruhi kapasitas lamun untuk mengubah kimia karbonat air laut. Pengganti ukuran produktivitas padang lamun musiman dalam Indo-Pasifik (yaitu pertumbuhan lamun, biomassa) menunjukkan pola musiman yang serupa [32,33]. Ini merupakan kontributor besar untuk variasi yang dimatai dalam komunitas bersih metabolisme (yang meliputi flora dan fauna).

 

Penelitian terkini mengambil pendekatan yang luas untuk memahami produktivitas komunitas padang lamin, dan penting untuk menganggap bahwa berbagai kumpulan spesies akan memberikan dampak yang berbeda pada kimia air laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung berupa perbedaan spesies dalam produksi dan sensitivitas mereka terhadap sensor lingkungan [36,37] sementara efek tidak langsung termasuk perbedaan dalam kumpulan fauna di padang lamun yang menciptakan sebuah ekosistem .

 

Ada kemungkinan peningkatan total alkalinitas lokal atas padang lamun, karena tingkat pelarutan karbonat dalam sedimen meningkat [34], harus dipertimbangkan pula dalam studi masa depan, dan dipikirkan dampak pada organisme lain (misalnya terumbu karang) yang secara bersamaan mendorong keseimbangan karbonat yang berlawanan arah dengan konsumsi total alkalinitas [35]. Kemampuan mengubah karbonat kimia pada air laut oleh padang lamun kedepan juga akan tergantung kapasitas untuk tetap produktif dalam dunia CO2 tinggi, dmana kedua suhu tinggi dan OA yang tak terelakan [36]. Padang lamun tropis umumnya memiliki toleransi panas yang tinggi [36,37] tapi inter tidal dipengaru oleh tingginya suhu atmosfer [38]. Selain itu, kadar CO2 tinggi dunia akan memberikan manfaat bagi lamun [5]. Oleh karena itu, padang lamun kemungkinan tetap ekosistem tropsi yang sangat produktif sebagai perubahan iklim, peran mereka dalam mengubah karbonat kimia airl laut dan menignkatkan tingkat kalsifikasi karang akan terus berlanjut bahkan mungkin meningkat.

 

5.2. Saran

Diperlukan upaya pelestarian dan penyuluhan tentang pentingnya ekosistem padang lamun, karena pelestarian padang lamun sering diabaikan untuk kebutuhan sumber daya yang sedikit menempatkan ke habitat komersial seperti terumbu karang [39,40]. Padang lamun tidak hanya menyediakan fungsi ekologis pembibtan dan berlindung bagi terumbu karang, mereka juga menyediakan lingkungan yang berpotensi menguntungkan untuk pengkapuran, peran yang cenderung meningkat di masa depan. Dari review dan permodelan sederhana menunjukkan kalsifikasi terumbu karang di umum bisa 18% lebih besar daripada tanpa lamun. Penelitian ini memberikan bukti bahwa pengelolaan terumbu karang harus mempertimbangkan konservasi lamun sebagai sarana untuk memberikan ketahanan terhadap keanekaragaman hayati terumbu karang, produktivitas dan fungsinya.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

[1] Duarte C M et al 2010 Seagrass community metabolism: assessing the carbon sink capacity of seagrass meadows Glob. Biogeochem. Cycles 24 GB4032

[2] Dorenbosch M et al 2005 Indo-Pacific seagrass beds and mangroves contribute to fish density coral and diversity on djacent reefs Marine Ecol. Prog. Ser. 302 63–76

[3] Tomascik T et al 1997 The Ecology of the Indonesian Seas (Part II) (Oxford: Oxford University Press) pp 643–1355

[4] Unsworth R K F, Bell J J and Smith D J 2007 Tidal fish connectivity of reef and seagrass habitats in the Indo Pacific J. Mar. Biol. Assoc. UK 87 1287–96

[5] Zimmerman R C et al 1997 Impacts of CO2 enrichment on productivity and light requirements of eelgrass Plant Physiol. 115 599–607

[6] Kennedy H et al 2010 Seagrass sediments as a global carbon sink: isotopic constraints Glob. Biogeochem. Cycles 24 GB4026

[35] Frankignoulle M and Disteche A 1984 CO2 chemistry in the water column above a seagrass bed and related air–sea exchanges Oceanologica Acta 7 209–19

[8] Marba N et al 2006 Seagrass beds and coastal biogeochemistry Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation ed A W D Larkum, R J Orth and C M Duarte (Dordrecht: Springer) chapter 6

[9] Beer S et al 2006 The photosynthetic performance of the tropical seagrass Halophila ovalis in the upper intertidal Aquat. Bot. 84 367–71

[10] Frankignoulle M and Bouquegneau J M 1990 Daily and yearly variations of total inorganic carbon in a productive coastal area Estuarine Coast. Shelf Sci. 30 79–89

[11] Mukai H et al 1990 Oxygen consumption and ammonium excretion of mega-sized benthic invertebrates in a tropical seagrass bed J. Exp. Marine Biol. Ecol. 134 101–15

[12] Burdige D J and Zimmerman R C 2002 Impact of sea grass density on carbonate dissolution in Bahamian sediments Limnol. Oceanogr. 47 1751–63

[13] Stapel J, Nijboer R and Philipsen B 1996 Initial estimates of the export of leaf litter from a seagrass bed in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia Seagrass Biology: Proc. Int. Workshop (Rottnest Island, Western Australia, Jan. 1996) ed J Kuo et al pp 155–162

[14] Gattuso J-P et al 1997 Primary production, calcification, and air–sea CO2 fluxes of a macroalgal-dominated coral reef community (Moorea, French Polynesia) J. Phycol. 33 729–38

[15] Lalli C M and Parsons T R 1997 Biological Oceanography, An Introduction 2nd edn (Oxford: Butterworth–Heinemann)

[16] Kaladharan and Raj 1989 Primary production of seagrass cymodocea serrulata and its contribution to productivity of amini Indian J. Marine Sci. 18 215–6

 

[17] Gao K et al 1993 Calcification in the articulated coralline alga Corallina pilulifera, with special reference to the effect of elevated CO2 concentration Marine Biol. 117 129–32

[18] Orr J C et al 2005 Anthropogenic ocean acidification over the twenty-first century and its impact on calcifying organisms Nature 437 681–6

[19] Allemand D et al 2011 Coral calcification, cells to reefs Coral Reefs: An Ecosystem in Transition ed Z Dubinsky and N Stambler (Berlin: Springer) pp 119–50

[20] Jury C P, Whitehead R F and Szmant A M 2010 Effects of variations in carbonate chemistry on the calcification rates of Madracis auretenra (D Madracis mirabilis sensu Wells, 1973): bicarbonate concentrations best predict calcification rates Glob. Change Biol. 16 1632–44

[21] Heck K L et al 2008 Trophic transfers from seagrass meadows subsidize diverse marine and terrestrial consumers Ecosystems 11 1198–210

[22] Duarte C M and Cebrian J 1996 The fate of autotrophic production in the sea Limnol. Oceanogr. 41 1758–66

[23] Fourqurean J W et al 2012 Seagrass ecosystems as a globally significant carbon stock Nature Geosci. at press (doi:10.1038/ngeo1477)

[24] Burdige D J, Zimmerman R C and Hu X P 2008 Rates of carbonate dissolution in permeable sediments estimated from pore-water profiles: the role of sea grasses Limnol. Oceanogr. 53 549–65

[25] Tanaka Y et al 2011 Distribution of dissolved organic carbon and nitrogen in a coral reef Coral Reefs 30 533–41

[26] Barr´on C et al 2006 Organic carbon metabolism and carbonate dynamics in a Mediterranean seagrass (Posidonia oceanica) meadow Estuaries Coasts 29 417–26

[27] Langdon C and Atkinson M J 2005 Effect of elevated pCO2 on photosynthesis and calcification of corals and interactions with seasonal change in temperature/irradiance and nutrient enrichment J. Geophys. Res.—Oceans 110 C09S07

[28] Schneider K et al 2009 In situ diel cycles of photosynthesis and calcification in hermatypic corals Limnol. Oceanogr. 54 1995–2002

[29] Coles S L and Jokiel P L 1978 Synergistic effects of temperature, salinity and light on hermatypic coral Montipora verrucosa Marine Biol. 49 187–95

[30] Crossland C J 1984 Seasonal-variations in the rates of calcification and productivity in the coral Acropora formosa on a high-latitude reef Marine Ecol. Prog. Ser. 15 135–40

[31] Bates N R, Amat A and Andersson A J 2010 Feedbacks and responses of coral calcification on the Bermuda reef system to seasonal changes in biological processes and ocean acidification Biogeosciences 7 2509–30

[32] Agawin N et al 2001 Temporal changes in the abundance, leaf growth and photosynthesis of three co-occurring Philippine seagrasses J. Exp. Marine Biol. Ecol. 260 217–39

 

[33] Erftemeijer P L A and Herman P M J 1994 Seasonal changes in environmental variables, biomass, production and nutrient contents in two contrasting tropical intertidal seagrass beds in South Sulawesi, Indonesia Oecologia 99 45–59

[34] Hu X P and Burdige D J 2007 Enriched stable carbon isotopes in the pore waters of carbonate sediments dominated by seagrasses: evidence for coupled carbonate dissolution and reprecipitation Geochim. Et Cosmochim. Acta 71 129–44

[35] Anthony K R N, Kleypas J A and Gattuso J-P 2011 Coral reefs modify their seawater carbon    chemistry—implications for impacts of ocean acidification Glob. Change Biol. 17 3655–66

[36] Collier C J, Uthicke S and Waycott M 2011 Thermal tolerance of two seagrass species at contrasting light levels: Implications for future distribution in the Great Barrier Reef Limnol. Oceanogr. 56 2200–10

[37] Campbell S J, McKenzie L J and Kerville S P 2006 Photosynthetic responses of seven tropical seagrasses to elevated seawater temperature J. Exp. Marine Biol. Ecol. 330 455–68

[38] Rasheed M and Unsworth R 2011 Long-term climate-associated dynamics of a tropical seagrass meadow: implications for the future Marine Ecol. Prog. Ser. 422 93–103

[39] Unsworth R K F and Cullen L C 2010 Recognising the necessity for Indo-Pacific seagrass conservation Conserv. Lett. 3 63–73

[40] Orth R J et al 2006 A global crisis for seagrass ecosystems Bioscience 56 987–96

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.