Dewasa ini dunia pendidikan digemparkan dengan berbagai macam kasus, mulai pembunuhan sesama mahasiswa akibat asmara(mungkin masih hangat di ingatan kita), beragam tidak asusila guru dan perangkat sekolah, kebocoran jawaban unas(hampir tiap tahun rasanya ada yang bocor, mulai jaman ibuku masih sekolah hingga aku sudah kuliah kini). Tentu patut dipertanyakan mengapa hal ini bisa terjadi, Apa yang salah dengan sistem pendidikan ini. Singkat cerita globalisasi dan mulai lunturnya nilai moral adalah penyebab utama, ditanya mengapa ? akan saya jelaskan sepintas disini.
Sejak mulai tersebarnya jaringan internet di Indonesia dengan harga yang relatif terjangkau, segala macam informasi tersedia. Tanpa adanya filter yang jelas dengan tingkat keimanan yang lemah seringkali segala informasi yang masuk itu langsung masuk dan diterapkan tanpa diolah dulu. Tren harajuku-korean fever-atau yang kebarat-baratan dapat kita jumpai dimana-mana terutama pada generasi muda yang kurang kuat kepribadiannya. Jika menilik lebih presiden ketiga kita Alm. Gus Dur pernah berkata “ Islam datang bukan untuk mengubah kata sampean menjadi akhi/antum, tapi untuk memberikan kita pedoman akan kehidupan tanpa harus meninggalkan budaya asli kita yang sudah baik “.
Dampak berantai dari globalisasi dan masuknya kebudayaan asing itu berakibat pada lunturnya nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa ini. Kita diajarkan untuk gotong royong(mungkin yang hidup di daerah masih merasakan situasi ini), saling membantu, peduli sesama sesama sesuai dengan sila ke dua kita “ Kemanusiaan yang adil dan beradab “. Coba kita lihat di kehidupan kota-kota metropolis(gampangnya lihat di tempat kita kuliah di Surabaya saja) dimana anda bisa melihat tingginya tingkat individualitas seseorang(banyak yang sibuk dengan gadgetnya hingga tak memperdulikan lingkungan sekitarnya). Beradabkah itu ?, itu kah yang disebut modern ?, kalau itu menjadi indikator kemajuan jaman dan tingkat peradaban saya pribadi memilih hidup sederhana dan tradisional(meskipun akan dibilang kolot atau ketinggalan jaman, tak masalah bagi saya). Nilai-nilai seperti bhineka tunggal ika(berbeda-beda tetap satu juga) pun mulai hilang, isu-isu SARA berkembang dan sepertinya bukan hal yang tabu lagi (jika kita berkaca di barat, lihat saja lagu-lagu rap yang menyangkut isu SARA bahkan tanpa sensor -_-). Orientasi gengsi juga menjadi masalah, demi gengsi seringkali anak dipaksa menuruti kemauan orang tua meskipun tak sesuai kemampuan anak. Bakat anak berbeda-beda dan tiap anak sebenarnya tercipta jenius, jika menilik pernyataan einstein “ semua orang itu jenius, tapi jika kita menilai kejeniusan seperti menilai kemampuan ikan untuk memanjat pohon maka yang perlu dipertanyakan adalah sistem penilaian itu “.
Masalah pendidikan selayaknya menjadi bahan instrospeksi kita besama, bukan hanya lembaga pendidikan, tapi juga masyarakat dan orang tua terutama. Kita sebagai anak harus berani menyampaikan pendapat sehingga mengantisipasi kita untuk masuk bidang yang bukan kapasitas kita. Mengajari anak untuk berpendapat juga memerlukan waktu, kebanyakan kita selalu dimarahi di bentak, dan semacamnya sehingga kita menjadi takut terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat. Apapun itu tak ada kata terlambat, mulailah dari sekarang dan utarakan apa yang ingin kau utarakan. Kalau masih tak berani berpendapat, menulislah dan berikan tulisanmu pada orang yang bersangkutan.
Ahmad Farid Ary Wardhana